Data Narasi – Menjelang pergantian tahun menuju 2026, optimisme tinggi terpancar dari wajah para pelaku usaha properti di Sulawesi Selatan (Sulsel). Meski sempat menghadapi berbagai tantangan ekonomi global, para pengusaha lokal yang tergabung dalam berbagai asosiasi pengembang meyakini bahwa Tahun 2026 akan menjadi periode keemasan bagi sektor hunian dan komersial di wilayah gerbang utama Indonesia Timur ini.
Keyakinan ini didasarkan pada stabilitas ekonomi daerah yang konsisten berada di atas rata-rata pertumbuhan nasional, serta geliat pembangunan infrastruktur yang kian masif menghubungkan pusat kota dengan wilayah penyangga. Salah satu faktor utama yang memicu optimisme ini adalah meningkatnya daya beli masyarakat menengah ke atas di Sulsel, khususnya di wilayah metropolitan Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar).
Pengusaha melihat adanya pergeseran gaya hidup di mana hunian bukan lagi sekadar tempat tinggal, melainkan instrumen investasi yang paling aman dan menjanjikan. Dengan dukungan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang diprediksi tetap kompetitif dan berbagai insentif pajak yang berkelanjutan dari pemerintah, para pengembang berbondong-bondong meluncurkan proyek baru, mulai dari hunian bersubsidi hingga klaster premium dengan konsep smart home dan kawasan hijau yang terintegrasi.
Pembangunan infrastruktur strategis juga menjadi motor penggerak utama. Selesainya beberapa ruas jalan tol baru dan optimalisasi operasional kereta api trans-Sulawesi telah membuka aksesibilitas ke kawasan-kawasan yang sebelumnya dianggap terpencil. Hal ini memicu munculnya titik-titik pertumbuhan ekonomi baru di luar Kota Makassar, sehingga harga lahan di wilayah Maros dan Gowa mulai menunjukkan tren kenaikan yang signifikan.
Pengusaha properti di Sulsel dengan cerdik memanfaatkan momentum ini dengan memperluas ekspansi proyek mereka ke wilayah pinggiran, guna memenuhi permintaan hunian bagi para pekerja industri dan profesional muda yang mencari keseimbangan kualitas hidup. Selain sektor residensial, prospek bisnis properti komersial seperti ruko dan kawasan pergudangan juga diperkirakan akan ikut terdongkrak.
Sebagai pusat distribusi logistik untuk wilayah timur Indonesia, Sulsel membutuhkan lebih banyak ruang usaha untuk menampung pertumbuhan bisnis e-commerce dan ritel. Para pengembang lokal kini mulai beralih pada konsep kawasan terpadu (mixed-use development) yang menggabungkan hunian, pusat perbelanjaan, dan area perkantoran dalam satu lokasi.
Strategi ini dianggap paling efektif untuk menarik minat investor luar daerah yang ingin menanamkan modalnya di Sulawesi Selatan, mengingat potensi imbal hasil (yield) yang cukup tinggi dibandingkan wilayah lain di Pulau Jawa. Meskipun prospek terlihat cerah, para pengusaha tetap waspada terhadap dinamika kebijakan moneter dan kenaikan harga material bangunan. Namun, dengan sinergi yang kuat antara pengembang, perbankan, dan pemerintah daerah melalui kemudahan perizinan, hambatan tersebut diyakini dapat teratasi.
Tahun 2026 diprediksi akan menjadi tahun di mana industri properti Sulsel tidak hanya sekadar bertahan, tetapi melakukan lompatan besar dalam hal inovasi desain dan volume penjualan. Kepercayaan diri para pelaku usaha ini menjadi sinyal positif bahwa ekonomi Sulawesi Selatan tetap kokoh dan terus bergerak maju sebagai pilar pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan.